Setiap orang memliki mimpi yang ingin diwujudkan.
Benih-benih itu tumbuh dan mungkin saja beranak pinak dalam harap yang
dilangitkan. Aku pun juga menanam mimpi, benihnya tersemai di depan rumah agar
kelak menjadi pohon yang bisa memberi keteduhan. Merawat benih
mimpi sungguh menyenangkan, setiap hari aku menyiramnya dengan keringat.
Berharap segera menjelma pohon yang kuat mengakar, lebat meneduhkan, serta
manis berbuah dirasakan. Selain siraman keringat, setiap pagi aku juga
memupuknya dengan sekarung semangat.
Berangsur-angsur benih itu menjelma pohon. Aku mulai nyaman merebahkan
diri dibawahnya, mengintip biru muda di sela-sela hijau tua yang menyegarkan
mata. Biru bagiku adalah imajinasi tak bertepi, tiap kali menatapnya anganku
mengembara entah kemana. Memandang langit memang tak pernah ada habisnya, tapi membiarkan imajinasi
terus berkelana kadang juga membebani jiwa. Jadi, hijau tua sudah tepat ada
sebagai penenang akan liarnya angan.
Kokohnya sebatang pohon tak akan berarti tanpa buah yang bisa
dipetik. Merebah lelah dibawah rindangnya dedaunan tak akan lengkap tanpa buah
manis yang bisa dirasakan. Tapi mengapa pohon mimpi yang aku rawat tak berbuah
sama sekali? Adakah yang salah dengan pupuknya? Atau mungkin dia butuh lebih
banyak keringat? Ribuan pertanyaan berkerumun di kepala, apa kabar buah mimpi?
Kapan nyata menghampiri?
“Gantungkan mimpimu setinggi langit”. Ah, bagaimana bisa aku gantungkan
jika mimpiku saja tak berhasil tumbuh. Sudah hampir putus asa karena pohon
mimpiku tak berbuah. Kupandangi pohon itu lekat-lekat, betapa harapan telah aku
tumpahkan, segala angan berusaha aku tumbuhkan, keringat telah aku siramkan,
semangat juga terus aku berikan. Bagaimana bisa kugapai langit tanpa buah
mimpi?
Kalutnya pikiran mengantarkanku pada sebuah keputusan untuk
menebang pohon itu. Aku harus mencapai langit. Kegagalan satu rencana tak boleh
menghentikan langkah untuk menggapai asa. Rencanaku kali ini harus berhasil,
kayu dari pohon mimpi akan kujadikan tangga menuju langit. Satu persatu
pijakannya adalah keringat dan semangat yang aku kumpulkan setiap hari. Tangga
itu adalah pijakanku menuju luasnya cakrawala.
“Biar aku
sendiri yang akan melangitkannya, tak mengapa hanya tumbuh di jiwa tapi kubawa
mengangkasa. Menuju langit memijak tangga”